Selasa, 05 Juli 2011

KOPI

KOPI. Buah yang bentuknya kecil itu mengantarkan kita berimajinasi kedalam alam yang besar. Tumbuhan yang tingginya sekitar 4-5 meter ini biasanya ditanam didaerah perkebunan dan dataran tinggi. Mencakup segala usia, dari bayi sampai masyarakat yang sudah lanjut usia. Pasti sedikit banyak pernah menjamah yang satu ini. Fungsinyapun bermacam-macam. Namun kadang, kadar kafein yang ada didalamnya membuat orang segan untuk mengkonsumsinya. Tak ingin membahas tentang jenis tanamannya Bercerita tentang kopi, terlintas dibenak saya tentang lika-liku perjalanan kopi sampai menjadi kopi bubuk..

Menurut pengalaman saya. Para pemilik kebun, yang biasanya memanen kopi sekitar bulan Mei-Juli, mencari para pemetik kopi, untuk memanen kopi di kebun mereka. Biasanya, para pekerja berkumpul sekitar pukul 5 pagi dan pulang menjelang senja. Pagi sekali memang, karena jarak yang ditempuh untuk sampai ke tempat, lumayan menguras keringat dan tenaga. Walaupun si pemilik kebun menyediakan kendaraan, misal truk/pick-up, namun terkadang jalurnya juga cukup sulit, banyak juga dari mereka yang berjalan kaki. Dengan memanggul keranjang yang diikat menggunakan kain/sarung, serta membawa karung yang terbuat dari goni/persal. Para pekerjanyapun bermacam-macam dari anak kecil(biasanya untuk mengisi liburan), remaja, orang dewasa, bahkan sampai lanjut usia. Ada 2 jenis pekerja. Yaitu, pemetik yang mengambil buahnya langsung dari pohonnya, dan pemilih sisa-sisa buah kopi yang jatuh ditanah, kalau dalam bahasa maduranya adalah NGLORKOR. Lumayan sebenarnya, dalam satu harinya rata-rata mereka mendapatkan 25-30kg kopi basah. Yang nantinya akan akan ditukarkan kepada pemilik kebun dan diganti dengan rupiah setiap kilonya.

Proses penjemuran dilakukan di lahan yang sangat luas. Menggunakan alat semacam garpu. Kopi-kopi itu ditumpahruahkan ke lantai jemur itu. Kemudian dirapikan menggunakan alat tadi. Dibentuk menjadi gundukan-gundukan kecil dan panjang seperti jejeran-jejeran polisi tidur yang ada di setiap jalan-jalan kecil. Dijemur sampai kering, sampai kulitnya itu mengelupas dan bijinya terpecah menjadi 2. Jadilah kopi kering yang siap dipasarkan.

Kemudian pembeli datang membeli kilo perkilonya. Ada yang sudah disajikan dalam bentuk bubuk, dan ada pula yang mencampurnya sendiri. Seperti IBU saya. Yang rajin menyangrai kopi, ditambah gula dan sedikit beras. Entah apa maksudnya tambahan-tambahan ini, karena beliau tak pernah memberi jawaban yang signifikan tentang ini.. hehehhehe. Disangrai sampai keringg dan berwarna hitam, didinginkan. Setelah itu dibawa ke penggilingan, dan digiling sampai menjadi bubuk kopi. Ada kopi susu, kopi jahe, kopi luwak, kopi Arabica, kopi moka, cappuccino, dan lain sebagainya.

Mari mengopi dirumah saya, saya akan membuatkan kopi, dari hasil sangraian IBU saya. Sekian.


CHANGE YOUR MIND

SEMBARANG

Karena manusia itu dilahirkan untuk saling melengkapi.
Entah bagaimana kita menjabarkan tentang arti kata “saling melengkapi” itu.
Melengkapi yang sudah ada, atau melengkapi yang belum ada.

* sambil mendengarkan salah satu Band Bandung “Baby Eats Crackers”. Dari namanya sudah terlihat lucu dan unik. “Babies” begitu mereka menyebut para pencintanya. Dilanjut dengan salah satu Band Jember Tamasya di STT #3nya. Keluarga Tamasya menjadi sangat akrab ditelinga manusia Tapal Kuda. Tapi bukan itu yang ingin saya tulis(mungkin nanti) *.

Judulnya adalah “ SEMBARANG”
Tak pernah aku bayangkan, bahwa apa yang menjelajahiku selama ini adalah kehidupanku yang 1/2nya, bahkan 3/4nya, direbut oleh benda yang bernama “TUNTUTAN’. Tuntutan berbagai versi, seperti perangkat computer atau laptop atau apapun jenisnya. Lagi-lagi pikiranku selalu lambat untuk mencerna yang satu ini…. Aaaaaaarrrggghh!!!

Aku pikir, hanya orang yang melahirkan dan merawatku saja yang menuntutku untuk bertindak manis dan ala kadarnya. Namun, ada juga dari MEREKA, mereka yang baru aku kenal tak lebih dari setengah usiaku., menuntutku untuk mejadi seseorang dengan menampakkan sisi kelembutannya dan kehalusannya. Karena aku tidak halus seperti porcelain, dan tidak lembut seperti kapas. Jadi aku tetap menjadi seperti biasanya “bertindak manis dan ala kadarnya”. Kalau kadarnya terlalu banyak, akan menjadi limbah yang akan terbuang percuma, yang akan mencemari kehidupanku di lain hari. Kalau kadarnya kurang, nanti fungsiku sebagai manusia akan pincang, yang ada malah mengalami ketidakstabilan dalam kelabilan pendewasaan..

Change Your Mind